KlikParigi.id – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengumumkan rencana integrasi materi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Kebijakan ini dijadwalkan mulai diterapkan pada tahun ajaran 2025/2026, mencakup siswa kelas 4 SD hingga jenjang SMA.
Menurut Mu’ti, langkah ini penting guna membekali generasi muda Indonesia dengan kecakapan abad ke-21, serta mempersiapkan mereka menghadapi tantangan dunia kerja di masa mendatang.
“Sejak awal saya sampaikan, pembelajaran AI dapat dimulai dari kelas 4 SD, dilanjutkan ke tingkat SMP dan SMA. Tentu akan disesuaikan dengan kesiapan masing-masing jenjang,” ujar Mu’ti dalam acara peluncuran Fakultas Artificial Intelligence di Universitas Pelita Harapan (UPH), Rabu (3/5/2025).
Mu’ti menambahkan bahwa penerapan pelajaran AI akan bersifat opsional, tidak wajib, dan hanya diterapkan di sekolah-sekolah yang telah memenuhi syarat, baik dari segi infrastruktur maupun kompetensi pendidik.
“Ini masih bersifat pilihan, belum menjadi mata pelajaran wajib. Sekolah yang sudah siap akan kami fasilitasi, dan guru-gurunya akan kami latih secara khusus,” jelasnya.
Pelatihan guru tersebut akan dilakukan melalui program kursus singkat (short course) yang diselenggarakan bekerja sama dengan berbagai lembaga, termasuk Universitas Pelita Harapan.
Lebih lanjut, Mu’ti yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menekankan pentingnya pengajaran etika digital dalam pembelajaran AI.
Ia menyoroti risiko penyalahgunaan teknologi apabila tidak disertai dengan nilai-nilai moral.
“Teknologi tanpa kesalehan bisa menimbulkan dampak yang besar. AI dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, baik positif maupun negatif, tergantung pada siapa yang menggunakannya,” tegasnya.
Karena itu, pemerintah juga akan menekankan pentingnya pendidikan etika dan hukum dalam pembelajaran AI. Anak-anak, kata dia, perlu memiliki pemahaman akan “kesalehan digital” dan tanggung jawab hukum sejak dini.
“Kami ingin siswa tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga bertanggung jawab secara etis dan hukum. Keterampilan dan etika harus berjalan seimbang,” pungkas Mu’ti. (*)